Biografi Komplet Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara ialah pahlawan nasional sekaligus juga memiliki bapak pendidikan. Nama asilnya ialah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Tetapi di tahun 1922 bertambah diketahui jadi Ki Hadjar Dewantara. Beberapa sumber mengatakan dalam bahasa Jawanya yakni Ki Hajar Dewantoro.
Ki Hajar Dewantara lahir di wilayah Pakualaman pada tanggal 2 Mei 1889 serta wafat di Kota Yogyakarta pada tanggal 26 April 1959 saat usia 69 tahun. Setelah itu, bapak pendidikan yang umum dipanggil untuk Soewardi adalah aktivis gerakan kemerdekaan Indonesia, politikus, kolumnis, serta perintis pendidikan buat bumi putra Indonesia saat Indonesia masih dikendalikan oleh Hindia Belanda
Ki Hajar Dewantara adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, satu organisasi pendidikan yang memberi peluang untuk beberapa pribumi supaya bisa memperoleh hak pendidikan yang sama dengan seperti golongan priyayi dan beberapa orang Belanda. Ki Hajar Dewantara yang lahir pada tanggal 2 Mei sekarang diperingati di Indonesia untuk Hari Pendidikan Nasional. Ki Hajar Dewantara punyai tiga semboyan yang populer yakni Ing Ngarso Sung Tulodho yang bermakna di muka memberikan contoh, Ing Madya Mangun Karso yang bermakna ditengah-tengah memberi semangat serta Tut Wuri Handayani yang bermakna di belakang memberi dorongan.
Salah satunya sisi dari tiga semboyan bikinan Ki Hajar Dewantara yakni tut wuri handayani jadi jargon Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia sampai sekarang ini. Atas jasanya, namanya diabadikan dalam suatu nama kapal perang Indonesia yakni KRI Ki Hajar Dewantara.
Potret Ki Hajar Dewantara diabadikan di uang kertas pecahan dua puluh ribu rupiah di tahun 1998. Tujuh bulan sesudah wafat, Ki Hajar Dewantara dipilih jadi pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI yang pertama, Sukarno, pada tanggal 28 November 1959 menurut Surat Ketetapan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959.
Ki Hajar Dewantara yang disebut pahlawan nasional dari jawa lahir di lingkungan keluarga Kabupaten Pakualaman. Beliau ialah anak dari GPH Soerjaningrat atau cucu dari Pakualam III. Dia sukses menamatkan pendidikan fundamen di ELS atau seperti sekolah fundamen di jaman Belanda. Selanjutnya Ki Hajar Dewantara meneruskan studinya ke STOVIA yang disebut sekolah dokter spesial putra wilayah tapi gagal menamatkannya sebab sakit.
Selanjutnya Ki Hajar Dewantara masuk dunia jurnalis. Ia kerja untuk wartawan serta penulis di sejumlah media massa. Misalnya seperti Midden Java, Soeditomo, De Expres,Kaoem Moeda, Oetoesan Hindia, Tjahaja Timoer serta Poesara. Di hari-hari saat berkarier untuk jurnalis Ki Hajar Dewantara termasuk juga penulis andal. Tulisan Ki Hajar Dewantara gampang dimengerti, komunikatif serta sarat dengan semangat anti penjajahan.
Kesibukan Gerakan Ki Hajar Dewantara
Kecuali tekun, loyalitas serta ulet untuk seorang jurnalis muda, Ki Hajar Dewantara muda juga aktif di organisasi sosial serta Permainan mesin slot politik. Saat Boedi Oetomo (BO) berdiri di tahun 1908, Ki Hajar Dewantara masuk di organisasi ini serta ia aktif dibagian propaganda untuk lakukan publikasi serta menggugah kesadaran rakyat Indonesia. Terutamanya orang Jawa.
Bagaimanpun triknya, rakyat Indonesia di saat itu harus sadar tentang keutamaan persatuan serta kesatuan dalam berbangsa serta bernegara. Kongres pertama Boedi Oetomo diadakan di Yogyakarta ditata oleh Ki Hajar Dewantara.
Kecuali di Boedi Oetomo, Ki Hajar Dewantara muda juga aktif di organisasi Insulinde. Insulinde adalah organisasi multietnis yang memuat golongan Indo. Maksudnya yakni ingin pemerintahan sendiri di Hindia Belanda.
Sebetulnya, idealisme ini dikuasai oleh Ernest Douwes Dekker. Ernest Douwes Dekker atau bisa lebih diketahui dengan nama Indonesia yakni Danudirja Setiabudi ialah orang turunan asing yang kobarkan semangat anti kolonialisme. Lalu saat Douwes Dekker membuat Indische Partij, Ki Hajar Dewantara dibawa untuk masuk.
Waktu itu, Pemerintah Hindia Belanda mempunyai tujuan untuk kumpulkan bantuan dari masyarakat pribumi. Dana ini dipakai untuk rayakan kemerdekaan Belanda dari Prancis di tahun 1913. Atas tindakan Hindia Belanda ini timbullah reaksi gawat dari kelompok berhaluan perubahan nasionalisme indonesia termasuk juga Ki Hajar Dewantara muda.
Lumrah saja sebab tingkah Hindia Belanda benar-benar tidak paham diri yakni rayakan kemerdekaan di tanah bangsa yang mereka rebut kemerdekaannya. Ditambah mereka kumpulkan bantuan dari masyarakat. Ki Hajar Dewantara muda bereaksi serta menulis satu artikel berjudul "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tapi Semua untuk Satu".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar